1. Karena Ilmu dan Penjelasannya
2. Karena Perang dan Senjata
Kedua
hal itu merupakan keharusan. Tidak mungkin agama ini tegak dan menang
tanpa keduanya. Hal yang pertama harus lebih dipentingkan dari hal yang kedua,
oleh karena itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam tidaklah menyerang suatu kaum
sebelum sampai da’wah kepada mereka. Jadi ilmu lebih didahulukan dari pada
perang.
Allah berfirman
:” Ataukah orang
yang beribadah sepanjang malam sambil bersujud dan berdiri karena
takut akhirat dan mengharapkan rahmat Allah.” (QS. Az Zumar :
9). Kata tanya disini mesti ada lawan katanya, sehingga artinya :” Apakah orang
yang beibadah sepanjang malam dan siang sama dengan orang yang tidak
demikian ?” Golongan kedua yang kurang keutamaannya adalah yang tidak berilmu,
maka apakah sama orang yang beribadah sepanjang malam sambil bersujud dan
berdiri karena takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Allah dengan orang
yang takabur dari taat kepada Allah ?
Jawabnya adalah
: Tidak sama ! Lalu orang yang beribadah dengan mengharap pahala dari Allah dan
takut akhirat apakah perbuatan ibadahnya ini berdasarkan ilmu atau kebodohan ?
Jawabnya adalah : Berdasarkan ilmu ! Oleh karena itu Allah berfirman :” Apakah sama orang-orang
yang berilmu dengnan orang-orang yang tidak berilmu ? Hanyalah orang yang
berakal yang bisa mengambil pelajaran.”
Tidak sama orang
yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu sebagaimana tidak sama pula orang
yang hidup dengan orang yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, dan orang
yang melihat dengan orang yang buta. Ilmu adalah cahaya yang bisa dijadikan
petunjuk oleh manusia sehingga mereka bisa keluar dari kegelapan menuju cahaya
yang terang. Ilmu menjadi penyebab diangkatnya derajat orang-orang yang
dikehendaki oleh Allah dari kalangan hamba-Nya.:”Allah akan mengangkat orang-orang yang
beriman diantara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.”
(QS. Al Mujadalah : 11). Oleh karena itu kita dapatkan bahwa ahli ilmu
merupakan tumpuan pujian, setiap kali nama mereka disebut, manusia selalu
memujinya. Ini adalah diangkatnya derajat mereka di dunia. Adapun di akhirat
mereka diangkat derajatnya sesuai dengan da’wah dan amal dari ilmu yang mereka
miliki.
Seorang hamba
sejati adalah orang yang beribadah kepada Allah atas dasar ilmu dan telah
jelasnya kebenaran baginya. Inilah jalan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam.”Katakanlah ! :Inilah
jalanku yang lurus, aku mengajak manusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku
lakukan beserta pengikutku. Maha Suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang musyrik.”
(Yusuf : 108). Seorang manusia yang bersuci dan dia tahu bahwa dia
berada dia atas cara bersuci yang sesuai dengan syariat, apakah orang ini
sama dengan orang yang bersuci hanya karena dia melihat cara bersuci bapaknya
atau ibunya ? Manakah yang lebih sempurna dalam melakukan ibadah diantara
keduanya ? Seseorang yang bersuci karena dia mengetahui bahwa Allah memerintah
untuk bersuci dan apa yang dia lakukan merupakan cara bersuci Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa
Salam lalu dia bersuci karena melaksanakan perintah Allah dan
mengikuti sunnah Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam , ataukah seseorang yang
bersuci atas dasar kebiasaan ?
Jawabnya adalah
: Tidak diragukan lagi bahwa orang yang pertamalah yang beribadah kepada Allah
atas dasar ilmu.
Samakah kedua orang tadi ? Sekalipun keduanya melakukan hal yang sama akan tetapi yang pertama melakukannya berdasarkan ilmu dengan berharap kepada Allah Azza Wajalla dan takut kepada akhirat serta menyadari bahwa dia sedang mengikuti Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam. Saya akan berhenti dulu pada point ini dan bertanya : Apakah kita menyadari ketika berwudhu bahwa kita sedang melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya :” Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai sikut dan usaplah kepala-kepala klian dan basuhlah kaki-kaki kalian sampai dua mata kaki.” ((QS. Al Maidah : 6).
Apakah ketika
berwudhu seseorang menyadari ayat ini dan dia berwudhu karena melaksanakan
perintah Allah ?
Apakah diapun
menyadari bahwa ini adalah cara wudhu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dan
dia berwudhu karena mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam ?
Jawabnya : Ya !
Kenyataannya ada diantara kita yang menyadari hal itu, oleh karena itu
ketika mengerjakan ibadah kita wajib meniyatkan untuk melaksanakan perintah
Allah sehingga dengan hal itu tercapailah ikhlas. Kitapun mesti meniyatkan
mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dalam melakukan ibadah itu.
Kita mengetahui bahwa diantara syarat wudhu adalah niyah, akan tetapi niyat ini
kadang-kadang dimaksudkan miniyatkan beramal, dan inilah yang dibahas dalam
bidang fiqih. Kadang-kadang juga dimaksudkan meniyatkan apa yang diamalkan dan
ketika itu kita harus memperhatikan perkara yang agung ini yaitu kita
menyadari bahwa kita beribadah dalam rangka melaksanakan perintah Allah
agar tercapai keikhlasan dan menyadari bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Salam melakukan hal ini dan kitapun mengikutinya dalam hal ini agar
tercapailah sikap mutaba’ah
(mengikuti) karena diantara syarat sahnya amalan adalah ikhlas dan mutaba’ah
sehingga dengan kedua hal ini ter aplikasikanlah syahadat bahwa tiada
sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah
utusan Allah.
Kita kembali
kepada penjelasan yang lalu tentang keutamaan ilmu. Karena dengan ilmu
seseorang beribadah kepada Allh berdasarkan bashirah, maka hatinya akan selalu
terpaut dengan ibadah dan hatinyapun akan terterangi dengan ibadah itu sehingga
dia melakukannya berdasarkan hal itu dan menganggap bahwa hal itu sebagai
ibadah dan bukan hanya sebagai adat (kebiasaan). Oleh karena itu apabila
seseorang shalat berdasarkan sikap ini maka dia termasuk orang yang dijamin
oleh apa yang diterangkan Allah bahwa shalat itu akan mencegah dia dari
perbuatan keji dan munkar.
Diantara
keutamaan ilmu yang terpenting adalah sebagai berikut :
1. Ilmu
adalah warisan para nabi.
Para
nabi tidaklah mewariskan dirham ataupun dinar, yang mereka wariskan hanya
ilmu, maka barang siapa yang telah mengambil ilmu maka berarti dia telah
mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi. Engkau sekarang
berada pada abad ke lima
belas hijriyah, apabila engkau seorang ahli ilmu berarti engkau menerima
waris dari Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Salam, dan ini termasuk
keutamaan yang paling besar.
2. Ilmu
itu abadi sedangkan harta adalah fana (akan rusak).
Contohnya adalah Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,
dia termasuk sahabat yang faqir sehingga dia sering terjatuh mirip pingsan
karena menahan lapar. Dan –Demi Allah- saya bertanya kepada kalian apakah
nama Abu Hurairah selalu disebut di kalangan manusia pada zaman kita sekarang
atau tidak ? Ya, namanya banyak disebut sehingga Abu Hurairah mendapatkan
pahala dari pemanfaatan hadis-hadisnya, karena ilmu akan abadi sedangkan
harta akan rusak . Maka Engkau hai para penuntut ilmu wajib memegang teguh
ilmu. Di dalam suatu hadis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam menyatakan :” Apabila anak Adam mati
maka putuslah segala amalnya kecuali tiga. Shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak salih yang mendoakan otang tuanya.”
3. Pemilik
ilmu tidak merasa lelah dalam penjaga ilmu.
Apabila Allah memberi rizki kepadamu
berupa ilmu, maka tempat ilmu itu adalah di dalam hati yang tidak membutuhkan
peti, kunci, atau yang lainnya. Dia akan terpelihara di dalah hati dan terjaga
di dalam jiwa dan dalam waktu yang bersamaan diapun menjagamu karena dia akan
memeliharamu dari bahaya atas izin Allah. Maka ilmu itu akan menjagamu
sedangkan harta engkaulah yang harus menjaganya yang harus engkau simpan di
peti-peti yang terkunci, sekalipun demikian hatimu tetap tidak tenang.
4. Dengan
ilmu manusia bisa menjadi para saksi atas kebenaran.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
:”
Allah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Dia, demikian juga para malaikat dan orang-orang ynag berilmu yang tegak di atas keadilan.” (QS. Ali Imran : 18). Apakah dalam ayat ini Allah juga mengatakan :” Dan juga pemilik harta ?” Tidak ! Tapi Dia mengatakan :” Dan orang-orang yang berilmu yang tegak di atas keadilan” Maka cukuplah menjadi kebanggan bagimu wahai penuntut ilmu, engkau menjadi orang yang bersaksi bagi Allah bahwa tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Dia beserta para malaikat yang menyaksikan keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Dia, demikian juga para malaikat dan orang-orang ynag berilmu yang tegak di atas keadilan.” (QS. Ali Imran : 18). Apakah dalam ayat ini Allah juga mengatakan :” Dan juga pemilik harta ?” Tidak ! Tapi Dia mengatakan :” Dan orang-orang yang berilmu yang tegak di atas keadilan” Maka cukuplah menjadi kebanggan bagimu wahai penuntut ilmu, engkau menjadi orang yang bersaksi bagi Allah bahwa tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Dia beserta para malaikat yang menyaksikan keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Ahli
ilmu termasuk salah seorang dari dua golongan ulil amri. yang wajib
ditaati berdasarkan perintah Allah.
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan
taatilah Rasul dan ulil amri diantara kalian.”(QS. An Nisa :
59). Ulil amri disini mencakup ulil amri dari kalangan para
penguasa dan para hakim, ulama dan para penuntut ilmu. Maka wewenang ahli ilmu
adalan menjelaskan syariat Allah dan mengajak manusia untuk melaksanakannya
sedangkan wewenang penguasa adalah menerapkan syariat Allah dan mewajibkan
manusia untuk melaksanakannya.
6. Ahli
ilmu adalah orang yang melaksanakan perintah Allah Ta’ala sampai hari kiamat.
Yang menjadi dalil tentang hal itu adalah hadis Muawiyah
Radhiyallahu
‘Anhu bahwa dia berkata : Saya mendengar Rosul Shalallahu ‘Alaihi wa
Salam bersabda : “ Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan
membuat orang itu faham tentang agamanya. Saya hanyalah Qosim dan Allah Maha
Pemberi. Dan di kalangan ummat ini akan selalu ada sekelompok orang yang
selalu tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan dimadharatkan oleh
orang-orang yang munyelisihi mereka sehingga datang urusan Allah.”
(HR. Bukhari).[2]
Imam Ahmad telah berkata tentang kelompok ini :” Bila
mereka bukan ahli hadis maka saya tidak tahu lagi siapa mereka itu.”
Al Qadhi Iyyadh Rahimahullah berkata :” Maksud Imam Ahmad adalah ahli sunnah dan orang yang meyakini madzhab ahli hadis.”
Al Qadhi Iyyadh Rahimahullah berkata :” Maksud Imam Ahmad adalah ahli sunnah dan orang yang meyakini madzhab ahli hadis.”
7. Rasulullah
Shalallahu
‘Alaihi wa Salam tidak pernah memotivasi seseorang agar iri kepada
orang lain tentang suatu nikmat yang Allah beriikan kecuali dua macam
nikmat :
1). Mencari ilmu dan mengamalkannya.
2). Pedagang yang menjadikan hartanya sebagai alat untuk memperjuangkan Islam.
2). Pedagang yang menjadikan hartanya sebagai alat untuk memperjuangkan Islam.
Sebuah hadis dari Abdullah Bin Mas’ud
Radhiyallahu
‘Anhu dia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam
bersabda :” Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal : seseorang yang diberi
harta oleh Allah lalu dia habiskan hartanya itu untuk membela kebenaran. Dan
seseorang yang dibeli ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkannya dan
mengajarkannya.”
8. Diterangkan
dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Abu Musa Al Asy’ary
Radhiyallahu
‘Anhu dari nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam , beliau bersabda :” Perumpamaan petunjuk dan
ilmu yang Allah telah mengutus aku dengan membawa keduanya adalah seperti hujan
yang menimpa bumi,maka diantara bumi itu ada tanah yang baik (gembur)
yang menyerap air dan menumbuhkan tumbuhan dan rumput yang banyak. Ada pula tanah yang keras
yang bisa menahan air, lalu Allah memberi manfaat kepada manusia dari tanah
itu,mereka minum dan bercocok tanam. Hujan pun menimpa tanah yang lain
yaitu Qii’aan yang tidak bisa menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput.
Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan bisa memberi
manfaat dari apa yang Allah telah mengutusku dengan membawa ajaran ini , lalu
dia mengetahui dan mengajarkannya, dan perumpamaan orang yang tidak mau
mengangkat kepalanya untuk hal itu dan orang yang tidak mau menerima petunjuk
dari Allah yang aku diutus dengan membawa petunjuk itu.”[4]
9. Diterangkan
dalam sebuah hadis Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata : Telah berkata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Salam :
” Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah,
maka Allah akan membuat orang itu faham tentang agamanya.” Artinya
Allah akan menjadikan orang itu faqih tentang agama Allah Azza Wajalla.
Dan faqih tentang agama Allah bukanlah maksudnya memahami hukum-hukum amaliyah
tertentu menurut ahli ilmu berdasarkan ilmu fiqih saja akan tetapi maksudnya
adalah : ilmu tauhid dan ushuluddin dan apa-apa yang berkaitan dengan syariat
Allah Azza
Wajalla. Seandainya tidak ada keterangan dari kitab dan sunnah
kecuali hadis ini saja tentang keutamaan ilmu, maka inipun sudah sempurna dalan
memberikan dorongan untuk mencari ilmu syariat dan pemahaman terhadapnya.
10. Ilmu
adalah cahaya yang menerangi jalan hidup seorang hamba, maka diapun akan
mengetahui bagaimana beribadah kepada Rabbnya dan bagaimana cara bergaul dengan
sesama hamba-Nya, maka jalan hidupnya akan selalu berada di atas ilmu dan
bashirah.
11. Orang
yang berilmu adalah cahaya yang menerangi manusia dalam urusan agama dan dunia
mereka. Tidaklah samar dalam ingatan kebanyakan manusia tentang orang ynag
telah membunuh 99 orang dari kalangan Bani Israil lalu dia bertanya tentang
orang yang oaling berilmu dimuka bumi lalu dia ditunjukkan kepada seorang abid
(ahli ibadah) lalu dia bertanya apakah dia bisa tobat ? Sio abid
menganggap dosanya terlalu besar sehingga dia menjawab : Tidak ! Lalu
dibunuhnya si abid tadi sehingga genap 100 orang, lalu dia pergi ke seorang
alim (orang yang berilmu) lalu dia bertanya kepadanya maka si alim menjawab
bahwa dia bisa tobat dan tidak ada yang bisa menghalangi antara dia dengan
tobatnya, lalu dia menunjuki oramng itu ke satu negeri yang penduduknya
salih agar dia datang ke negeri itu, lalu diapun pergi, tapi di tengah jalan maut
menjemput. Kisah ini amat masyhur.
Tag : Ilmu, Keutamaan Ilmu, tugas agama, agama
0 komentar:
Post a Comment