PENDAHULUAN
Di zaman modern ini, berjalan beriringan dengan semaraknya globalisasi dan kapitalisme global, ketimpangan sosialpun semakin kentara. Kemoderenan yang menuntut rasa individualitas, yang akhirnya menyebabkan rasa acuh pada problem-problem sosial. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial yang berimplikasi pada tindakan kriminal. Dan tidak hanya itu saja yang menjadikan orang untuk melakukan tindakan kriminal.
Dilihat melalui kacamata akhlak Islam, tindakkan kriminalitas ialah tindakan yang timbul karena adanya penyakit jiwa pada diri manusia, penyakit yang seperti apakah itu? Memang terlihat aneh dan lucu, ketika dua hal yang memiliki epistemologi yang berbeda sisi yang berbeda adalah ketika kita berbicara modern yang cenderung menggunakan rasional dan fakta empiris dengan akhlak di mana di dalamnya berbicara tentang jiwa manusia(bersifat metafisik). Saat ini, keberadaan etika sangat diperlukan. Bahkan dinyatakan oleh K. Bartens dalam bukunya yang berjudul ’Etika’, saat ini etika sedang naik daun. Masyarakat yang semakin plural, meliputi berbagai suku, bangsa, bahasa, ideologi dan sebagainya. Mereka masing-masing membawa norma-norma moral yang berlainan satu sama lain.
Kesatuan tatanan moral hampir tak ada lagi. Kondisi ini diperparah dengan gelombang globalisasi dan modernisasi yang tiada henti. Gelombang modernisasi telah merasuk ke segala penjuru dan pelosok tanah air. Berbagai perubahan dalam masyarakat pun terjadi. Baik dalam penggunaan teknologi yang semakin canggih, maupun cara berfikir masyarakat pun berubah secara radikal.
Rasionalisme, individualisme, sekularisme, kepercayaan akan kemajuan, konsumereisme, pluralisme religius serta sistem pendidikan secara hakiki mengubah budaya dan rohani di Indonesia. Perubahan demi perubahan tersebut pun banyak dimanfaatkan oleh orang lain yang ingin memancing diair keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Melihat kondisi tersebut, etika akan membantu kita agar tak kehilangan orientasi dan mengambil sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan. Etika juga membantu kita menghadapi ideologi-ideologi, yang mengaku sebagai penyelamat itu, secara kritis dan objektif.
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
B.
RUMUSAN
Masalah yang akan dikaji, yaitu sebagai berikut:
1.
Menjelaskan pengertian etika, moral dan akhlak?
2.
Apa hubungan tasawuf dan akhlak?
3.
Bagaimana dalam ajaran islam memelihara terhadap sifat
terpuji dan ada ciri-ciri akhlak islamiyah?
4.
Menggambarkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari?
C.
TUJUAN
Terbentuknya etika, moral dan akhlak dalam perilaku
individu dan kolektif seluruh umat islam yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswah hasanah) menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
D.
MANFAAT
1.
Kita dapat mengetahui apa itu etika, moral dan akhlak
sesuai dengan pandangan ajaran Islam.
2.
Kita dapat mengetahui hubungan tasawuf dengan akhlak.
3.
Dapat menggambarkan etika, moral dan akhlak dalam ruang
lingkup.
4.
Menjadi mahkluk yang bermoral yang hidupnya penuh
dengan nilai-nilai atau norna-norma etika, moral dan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP
ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami,
dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia,
yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (akhlak
madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya
termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta,
pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk
pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah
(perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut
paut dengan perbaikan jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau
keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang
seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus
dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut
diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam
Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.
Secara substansial etika, moral dan akhlak memang sama
yakni ajaran tentang kebaikan dan keburukan, menyangkut perikehidupan manusia
dalam hubungannya dengan tuhan, sesama manusia dan alam dalam arti luas. Yang
membedakan satu dengan yang lainnya adalah ukuran kebaikan dan keburukan itu
sendiri.
Ada dua pendekatan
untuk mendefenisikan akhlak,
yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi
(peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang menurut loghat diartikan:
budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang
berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan
makhluk yang berarti diciptakan.
Perumusan pengertian
akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara
khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk. Secara terminologi
kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi
adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong
oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada
manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti
adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan
pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara
terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan
dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak
adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah
tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan
akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat
itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah)
karena sudah menjadi budaya sehari-hari. Defenisi akhlak secara substansi tampak
saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan
akhlak,yaitu:
Pertama, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa
seseorang,sehinggatelahmenjadikepribadiannya.
Kedua, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini
berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan
tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak
adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang
bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia
yang dapat dinila ibaik atau buruk.
Keempat, bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengansesunggunya, bukan
main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan
dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah
perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan
karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. Disini kita
harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak
adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang
bersifat praktis.
Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan
buruk dan menjadi ukuran baik dan buruknya adalah akal karena memang etika
adalah bagian dari filsafat. Dan etika merupakan sebuah tatanan perilaku
berdasarkan suatu system tata nilai masyarakat tertentu.
Dari segi etimologi (ilmu
asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak(moral). Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah
etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan
adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk
dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan
etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Etika membahasa tentang
tingkah laku manusia. Ada
orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada
karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan
etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam
usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan
masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran
(kriteria) yang berlainan. Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita
dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak.
Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana
kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan
perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai
basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika
berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla,
absolut dan tidak pula universal. Ketiga,
dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, terhina dsb. Keempat,
dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah
sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang
demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik
atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia.
Moral berasal dari bahasa
latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan
dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik
dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun,
ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral
lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang
tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara
lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam
beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam
pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran
moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung di masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik
buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral
adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya
perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan
betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
Adapun moral adalah ajaran baik dan buruk yang
ukurannya adalah tradisi yang berlaku disuatu masyarakat. Seseorang dianggap
bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat
tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang dianggap tidak bermoral, jika sikap
hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat tersebut. Dan
memang menurut ajaran Islam pada asalnya manusia adalah makhluk yang bermoral
dan etis. Dalam arti mempunyai potensi untuk menjadi makhluk yang bermoral yang
hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau norma-norma.
Sedang kata akhlak secara bahasa berarti budi pekerti,
perangai atau disebut juga sikap hidup, adalah ajara yang berbicara tentang
baik dan buruk yang ukurannya adalah wahyu tuhan. Secara terminology akhlak
adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan buruk, terpuji dan
tercela, menyangkut perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin.
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Sejalan dengan itu Al-Gazali menyebutkan
bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
timbuk perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran.
Jadi yang menjadi ukuran akhlak adalah kondisi hati.
- Perbedaan antara Etika, Moral dan Akhlak
Perbedaan
antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau
standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan
adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai
perbuatan itu.
Dengan
demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak
merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang
baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya
Rasul sebagaimana disabdakannya :
“
Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat
Ahmad).
Secara
umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila
aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau
dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam
telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.
- Akhlak kepada Allah, Sesama manusia, dan Lingkungan.
a.
Akhlak kepada Allah
a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan
perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim
beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah
dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam
hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja
kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan
keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan
Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar
biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha
dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh
dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah
orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu
dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri
sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari
suatu keadaan.
e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di
hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang
Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong,
tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah.
b. Akhlak
kepada Sesama Manusia
a. Akhlak kepada Diri Sendiri
(1)
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
(2)
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan
syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat
Allah sesuai dengan aturan-Nya.
(3)
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya,
orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa,
menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain
.
b. Akhlak kepada Ibu dan Bapak
Akhlak
kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan
perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk
perbuatan antara lain: menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima
kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah,
meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi
berusaha.
c. Akhlak kepada Keluarga
Akhlak
terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga
yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai. Komunikasi yang didorong oleh rasa
kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila
kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir
wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua
pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam
komunikasisemua pihak dalam keluarga.
Dari
komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan
keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara
mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi
betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga
bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan
dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai
landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.
c.
Akhlak kepada Lingkungan
Misi
agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga
kepada alam dan lingkungan hidup. Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan
diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi,yaitu sebagai wakil Allah
yang bertugas mamakmurkan, mengelola dan melestarikan alam. Berakhlak kepada
lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis
dengan alam sekitarnya.
B.
HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN AKHLAK
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada tuhan
(Allah SWT) dengan cara mensucikan hati. Hati yang suci bukan hanya dekat
kepada tuhan malah dapat melihat tuhan. Dalam tasawuf disebutkan bahwa tuhan
yang maha suci tidak dapat didekati kecuali hati yang suci.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik
mana yang buruk juga bagaimana merubah akhlak buruk menjadi akhlak baik secara
zahiriyah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan, keteladanan,
pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaimana mensucikan
hati, setelah hatinya suci yang muncul dari perilakunya adalah akhlak yang
mulia. Perbaikan akhlak menurut tasawuf berawal dari penyucian hati dan orang
yang melakukan penyucian hati disebut sufi
sedang ajarannya adalah tasawauf.
Pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran Islam
secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak tidaklah cukup iman seseorang dalam
bentuk penggakuan apalagi hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang kaffah adalah iman, ilmu dan amal. Amal
itulah yang dimaksud akhlak.
Memperhatikan tujuan global diatas, maka kita dapat
menggambarkan ruang lingkup ajaran akhlak, yaitu akhlak terhadap diri sendiri, At-Taubah (kemblai kepada Tuhan), Al-Muraqabah (kesadaran diri bahwa tuhan
mengintai kita), Al-Muhasabah (selalu
antropeksi terhadap diri sendiri), Al-Mujahadah
(terus menerus mendekati Tuhan). Akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap kalam
Allah (Al-Kitab), akhlak terhadap Rasulullah SAW, akhlak terhadap sesama
manusia, meliputi kepada orang tua, kepada anak, istri, kerabat, tetangga, sesama
muslim, etika kepada orang kafir, kepada binatang dan kepada alam semesta.
C.
INDIKATOR
MANUSIA BERAKHLAK
Manusia berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat
hatinya sedang manusia yang tidak berakhlak adalah manusia yang kotor dan sakit
hatinya. Namun sering kali manusia tidak sadar kalau hatinya sakit. Kalau pun
ia sadar tentang kesakitan hatinya, ia tidak berusaha untuk mengobatinya.
Padahal penyakit hati jauh lebih berbahaya ketimbang penyakit fisik.
Indikator manusia berakhlak kata Al-Gazali adalah
tertanamnya iman dan hati. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak adalah
manusia yang ada nifaq di dalam
hatinya. Nifaq artinya sikap mendua
terhadap tuhan, tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Iman bagaikan
akar bagi sebuah tumbuhan, sebuah pohon tidak akan tumbuh pada akar yang rusak
dan keropos. Sebaliknya sebuah pohon akan baik tumbuhnya bahkan berbuah jika
akarnya baik. Amal akan bermakna jika berpangkal pada iman, tetapi amal tidak
akan membawa makna apa-apa apabila tidak berpangkal pada iman. Demikian juga
amal tidak bermakna apabila amal tersebut didalamnya ada pelita yang bersinar
dan hati orang kafir itu hitam dan malah terbalik. Taat akan perintah Allah
SWT, juga tidak mengiktui keinginan syahwat dapat mengkilaukan hati, sebaliknya
melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati. Barang siapa yang melakukan
dosa, hitamlah hatinya dan barang siapa yang melakukan dosa dan menghapusnya
dengan kebaikan tidak akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.
D.
AKHLAK DAN
AKTUALISASINYA DALAM KEHIDUPAN
Perbaikan akhlak merupakan bagia dari tujuan
pendidikan Islam, pendidikan yang hanya berorientasi pada kecerdasan
intelektual telah gagal membawa manusia dalam pemungsian dirinya sebagai khalifah fil al-ardi. Sejak awal seorang
Socrates telah mengingatkan bahwa tujuan pendidikan adalah kebaikan sifat dan
budi, yaitu kasih sayang dan kerelaan. Tujuan nyata dari pendidikan adalah
warisan sosial dari suku bangsa sejenis. Berbicara masalah yang sama Al-Gazali
menyatakan, bahwa penyesuaian diri tidak sekedar dijalankan terhadap norma
masyarakat, tetapi tehadap norma tuhan. Al-Gazali selanjutnya mengutarakan
bahwa tujuan pendidikan secara individual ialah membersihkan hati dari godaan
nafsu dan amanah, hingga ia jernih bagaikan cermin yang dapat menerima cahaya
tuhan. Mendidik itu sama dengan pekerjaan peladang membuang duri dan mencabut
rumput yang tumbuh diantara tanaman-tanaman agar segar dan subur tumbuhnya.
Didalam hati yang bersih, iman tumbuh dan berkembang.
Ia menebarkan cahaya keseluruh anggota badan lahir batin. Kalau indicator
manusia berakhlak adalah manusia yang tertanam didalam hatinya iman yang kokoh,
maka tasawuf adalah upaya bagaimana kait-kiat agar iman itu istiqamah dan tetap
kokoh.
E.
AKHLAK ISLAM
DALAM KAITANNYA DENGAN STATUS PRIBADI
1.
Sumber dan
Ciri Akhlak Islam
Persoalan Akhlak didalam islam banyak dibicarakan dan
dimuat pada Al-qur`an dan Al-Hadits. Sumber tersebut merupakan batasan-batasan
dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada
yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang
semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah
dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah. Kita
telah mengetahui bahwa Akhlak islam merupakan system moral/Akhlak yang
berdasarkan islam, yakni bertitik tolak dari Aqidah yang diwahyukan Allah pada
nabi/Rasulnya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Dalam ajaran islam memelihara terhadap sifat terpuji
dan ada cirri-ciri Akhlak islamiyah yaitu:
1.
Kebajikan yang mutlak
Islam menjamin kebajikan mutlak karena islam telah menciptakan akhlak
yang luhur. Ia menjamin kebajikan yang murni baik untuk perorangan atau
masyarakat pada setiap keadaan, dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya akhlak atau
etika yang diciptakan manusia, tidak dapat menjamin kebajikan dan hanya
mementingkan diri sendiri.
2.
Kebaikan yang menyeluruh
Akhlak islami menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia, baik segala
jaman, semua tempat, mudah karena tidak mengandung kesulitan dan tidak
mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan oleh umat manusia diluar
kemampuannya.
3.
Kemantapan
Akhlak islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri
manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap. Sebab yang menciptakannya
adalah Tuhan yang bijaksana yang selalu memeliharanya dengan kebaikan yang
mutlak.
4.
Kewajiban yang dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama islam wajib ditaati manusia. Sebab ia
mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahit\r batin dan dalam keadaan
suka dan duka, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk
tetap berpegang kepadanya juga sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang
diiringi dengan pahala dan mencegah perbuatan jahat karena takut akan siksaan
Allah.
5.
Pengawasan yang menyeluruh
Agama islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, islam
menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa
usaha.
Berikut ini kami jelaskan Akhlak
Islami yang mengatur dan membatasi kedudukan (status) pribadi, antara lain:
1.
Hamba Allah
2.
Anak
3.
Ayah dan ibu
4.
Anggota masyarakat
5.
Jama`ah
6.
Da`i/muballigh
7.
Pemimpin.
2.
Pribadi
Sebagai Hamba Allah
a. Malu
Malu (al-haya`) adalah sifat atau perasaan yang
menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik. Orang yang memiliki
rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut, rendah atau tidak baik,
dia akan terlihat gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya
rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun.
Sifat malu
adalah akhlak yang terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam. Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak islam itu adalah malu.
(HR. Malik).
Rasa malu
adalah sumber utama kebaikan dan unsure kemuliaan dalam setiap pekerjaan.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
Kekejian itu selalu membuat segala sesuatu menjadi jelek, sebaliknya malu itu
selalu membuat segala sesuatu menjadi bagus. (HR.Tirmidzi).
Sifat malu dapat
dibagi kepada kepada tiga jenis.
1. Malu
kepada Allah.
2. Malu
kepada diri sendiri
3. Malu
kepada orang lain.
Seseorang akan malu kepada Allah apabila dia tidak
mengerjakan perintah-Nya, tidak menjauhi larangan-Nya, serta tidak mengikuti
petunjuknya. Orang yang malu terhadap Allah, dengan sendirinya akan malu
terhadap dirinya sendiri. Ia malu mengerjakan perbuatan salah sekalipun tidak
ada orang lain yang melihat atau mendengarnya. Penolakan datang dari dalam
dirinya sendiri. Ia akan mengendalikam hawa nafsunya dari keinginan-keinginan
yang tidak baik. Setiap keinginan untuk mengerjakan perbuatan yang rendah
muncul, ia tertegun, tertahan, dan akhirnya membatalkan keinginan tersebut.
Setelah malu pada dirinya sendiri, dia akan malu melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain.
b. Hubungan
Malu dan Iman
Malu adalah salah satu refleksi iman. Bahkan malu dan
iman akan selalu hadir bersama-sama. Apabila salah satu hilang yang lain juga
ikut hilang. Semakin kuat iman seseorang, semakin teballah rasa malunya,
demikian pula sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Malu itu sebagian dari
iman, dan iman itu didalam surga. Lidah yang keji itu adalah termasuk
kebengisan, dan kebengisan itu didalam neraka. (HR.Bukhari)
Artinya: Rasa malu dan iman itu
sebenarnya berpadu menjadi satu, maka bilamana lenyap salah satunya hilang
pulalah yang lainnya.
c. Akibat
Hilangnya Rasa Malu
Rasa malu berfungsi mengontrol dan mengendalikan
seseorang dari segala sikap dan perbuatan yang dilarang oleh Agama. Tanpa
control rasa malu seseorang akan bebas melakukan apa saja yang diinginkan hawa
nafsunya. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Sesungguhnya diantara yang
didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama ialah “Jika engkau
tidak lagi mempunyai sifat malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu”.
(HR.Bukhari).
Penegasan Rasulullah SAW diatas mengingatkan apabila
seseorang tidak lagi mempunyai sifat malu, maka dia akan kehilangan kontrol
terhadap segala tingkah lakunya. Dia akan menjadi manusia lepas kendali yamg
merasa bebas melakukan apa saja, tanpa mempertimbangkan halal haran, baik buruk dan manfaat mudharat
perbuatannya tersebut. Dia akan melakukan apa saja untuk memuaskan hawa
nafsunya. Segala macam cara dia halalkan untuk mencapai tujuannya.
Malu, amanah, rahnmah dan islam
adalah empat hal yang saling terkait. Konsekuensi logis dari hilangnya malu
adalah hilangnya amanah. Bila amanah hilang, akan hilanglah rahmah, dan bila
rahmah hilang, hilanglah islam.
d. Pemaaf
Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalan
orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam
bahasa Arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan al- afwu yang secara
etimologis berarti kelebihan atau yang berlebih. Allah SAW berfirman:
Artinya: Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “yang berlebih dari keperluan”.
(QS.Albaqarah 2:219)
Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari
pengertian mengeluarkan yang berlebih itu, kata al-afwu kemudian berkembang
maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks bahasa ini memaafkan berarti
menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada dalam hati. Sifat pemaaf adalah
salah satu dari manifestasi ketaqwaan kepada Allah SAW sebagaimana dalam
firman-Nya:
Artinya: Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada sorga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Imran 3:133-134)
Islam mengajarkan kepada kita untuk memaafkan
kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Menurut M.Quraish shihab, tidak ditemukan satu ayatpun yang menganjurkan untuk
meminta maaf, tapi yang ada adalah perintah untuk memberi maaf.
Sekalipun orang yang bersalah telah menyadari
kesalahannya dan berniat untuk meminta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami
hambatan psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Apalagi bagi orang-orang
yang merasa status sosialnya lebih tinggi daripada orang yang dimintai maaf
itu. Misalnya seorang pemimpin kepada rakyatnya, seorang bapak kepada anaknya,
seorang manajer kepada karyawannya, atau yang lebih tua kepada yang lebih muda.
Barangkali itulah hikmahnya, kenapa Allah memerintahkan kita untuk memberi maaf
sebelum dimintai maaf.
e. Lapang
Dada
Tindakan meminta maaf sebaiknya diikuti dengan
tindakan berlapang dada. Didalam Al-Qur-`an perintah memaafkan diikuti dengan
perintah berlapang dada.
Artinya: Maafkanlah mereka dan
berlapang dadalah, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat
kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya). ( QS. Almaidah
5:13).
Berlapang dada dalam bahasa Arab disebut dengan
Ash-shafhu yang secara etimologis berarti lapang. Halaman pada sebuah buku
dinamai shafhah karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini ash-shafhu dapat
diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahah karena
melakukannya menjadi perlambang kelapangan dada.
Berlapang dada menuntut seseorang untut membuka
lembaran baru hingga sedikitpun hubungan tidak ternodai, tidak kusut dan tidak
seperti halaman yang dihapus kesalahannya pada ibarat menulis di selembar
kertas.
f. Dendam
Dendam adalah lawan dari sifat
pemaaf, yaitu menahan rasa permusuhan didalam hati dan menunggu kesempatan
untuk membalas. Seorang yang pendendam tidak akan mau memaafkan kesalahan orang
lain sekalipun orang tersebut meminta maaf kepadanya. Bagi dia, tidak ada maaf
sebelum dia dapat kesempatan membalas sakit hatinya. Dia bersedia menunggu
dalam waktu yang cukup lama dan bahkan berusaha dengan susah payah sekedar
untuk dapat membalaskan sakit hatinya. Orang yang enggn memberi maaf pada
hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari Allah SWT. Allah SWT sendiri yang
maha kuasa berjanji akan memberikan maaf dan ampunan kepada setiap orang yang
memunta ampun kepada-Nya. Apa alasan manusia yang dha`if untuk tidak memberikan
maaf kepada sesama.
Sifat pendendam tidak hanya merusak
pergaulan dimasyarakat tapi juga merugikan dirinya sendiri. Energi akan
terkuras dalam memelihara dan berusaha untuk melampiaskan dendamnya. Setiap
kali dia melihat orang yang dia dendami, atau bahkan melihat rumah, kantor atau
kendaraan saja, hatinya sakit dan semangat membalas dendamnya meluap-luap. Hal
ini tentu akan menguras energinya dan membuat dua kelelahan. Oleh sebab itu
jauhilah sifat pendedam betapapun kecilnya.
F.
KARAKTERISTIK
DALAM AJARAN ISLAM
Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai
akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata
Islam yang berada dibelakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai
sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang
didasarkan pada ajaran Islam. dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka
akhlak Islami juga bersifat universal. Namun, dalam rangka menjabarkan akhlak
Islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan
kesempatan sosial yang tekandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang
disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak,
juga mengakui nilai-nilai bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas
nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa
akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral,
walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang
berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika
terbatas pada sopan santun antara sesama manusia saja, serta hanya berkaitan
dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan
Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika
atau moral.
Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang
lingkup ajaran Islami itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola
hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari
akhlak terhadap Allah SWT, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa).
BAB III
PENUTUP
A.
SARAN
1.
Setiap umat Islam dituntu untuk meneladani peliku Nabi
dalam mempraktikkan etika, moral dan akhlak, sehingga menjadi uswah hasanah
yang diteladani oleh seluruh umat manusia.
2.
Dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal shalih dan
ihsan.
3.
Menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, isharaf,
fasad, fahsya dan kemunkaran untuk menunjukkan akhlak yang mulia (akhlq karimah), sehingga disukai dan
diteladani.
4.
Menjauhkan diri dari akhlak yang tercela (akhlaq madzmummah) yang menyebabkan dibenci
dan dijauhi sesama.
5.
Dimanapun bekerja, menuntut ilmu dan menunaikan tugas
maupun dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan praktik-praktik
buruk yang dapat merugikan hak-hak publik dan membawa kehancuran dalam
kehidupan di dunia ini.
B.
KESIMPULAN
Jadi, secara substansial etika, moral dan akhlak
memang sama yakni ajaran tentang kebaikan dan keburukan, menyangkut perikehidupan
manusia dalam hubungannya dengan tuhan, sesama manusia dan alam dalam arti
luas. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah ukuran kebaikan dan
keburukan itu sendiri.
Pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran Islam
secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak tidaklah cukup iman seseorang dalam
bentuk penggakuan apalagi hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang kaffah adalah iman, ilmu dan amal. Amal
itulah yang dimaksud akhlak.
Manusia berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat
hatinya sedang manusia yang tidak berakhlak adalah manusia yang kotor dan sakit
hatinya. Namun sering kali manusia tidak sadar kalau hatinya sakit. Kalau pun
ia sadar tentang kesakitan hatinya, ia tidak berusaha untuk mengobatinya.
Padahal penyakit hati jauh lebih berbahaya ketimbang penyakit fisik.
Kita telah mengetahui bahwa Akhlak islam merupakan
sistem moral dan akhlak yang berdasarkan islam, yakni bertitik tolak dari
Aqidah yang diwahyukan Allah pada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar
disampaikan kepada umatnya.
Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat
dikatakan bahwa etika, moral dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai
dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat
yang baik, teratur, aman, damai dan tenteram sehingga sejahatera batiniah dan
lahiriyah.
Perbedaan antara etika, moral dan akhlak adalah
terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk.
Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran dan
pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada
akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah Al Quran
dan Al Hadis
Perbedaan lain antara etika, moral dan akhlak terlihat
pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat
teoritis, maka pada moral dan akhlak lebih banyak bersifat praktis. Etika
memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan akhlak bersifat
lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik buruk, sedangkan moral dan
akhlak menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian, etika, moral dan akhlak tetap saling
berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut diatas menunjukkan dengan jelas
bahwa etika, moral dan akhlak berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat
yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan
hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang
berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain jika etika dan
moral berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, ahmad.
Akhlak (Kairo Mesir) tr. Bachtiar Affandi. Jakarta: Jembatan, 1957.
Djatnika,
Rahmat. Sistem Etika Islam. Jakarta:
Panjimas, 1990.
Nurdin, Muslim.
et. al. Moral dan Kognisi Islam. Bandung:
CV. Alfabeta, 1995.
Quasem, Abul.
Etika Al-Gazali.tr. J Mahyudin. Bandung:
Pustaka, 1975
Suryana, A.
Toto.et.al. Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Tiga Mutiara, 1996.
Salih, Ishaq.
Akhlak dan Tasawuf. Bandung:
IAIN, Sunang Gunung Djati Press, 1990.
Jusuf, Haqbul.
Studi Islam. Jakarta:
Ikhwan, 1993.
Departemen Agama RI. Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi Umum. Jakarta:
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2001.
Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam. cet. III.
Jakarta:
Rajawali Pers, 1998
Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam
Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar.
Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta:
Lentera, 2003.
Bakry, Oemar. Akhlak Muslim. Bandung: Angkasa, 1981
Masyhur, Kahar. Meninjau berbagai Ajaran: Budi Pekerti atau Etika dengan
Ajaran Islam. Jakarta:
Kalam Mulia, 1986.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003.
Fakhry, Majid. Etika Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. Pengantar
Studi Akhlak, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung: CV Diponegoro, 1988
Tag : Etika, Moral, Akhlak, Tugas Agama, Agama, Contoh makalah
0 komentar:
Post a Comment