Tag : bertakwa dengan sifat malu, ceramah singkat, bertaqwa, malu-malu
Bertakwa Dengan Sifat Malu |
para sahabat menjawab, “ Wahai Nabi Allah. Kami memang malu kepada Allah den memuji-nya.” Nabi bersabda, “ Bukan begitu yang kumaksudkan. Tetapi, apa yang melu kepada Allah dengan sebenar-benarnya mestilah menjaga kepala dan pikiran yang terkandung di dalamnya. Hendaklah juga menjaga perut dan apa yang dikumpulkan di dalamnya, dan hendaknya dia mengingat maut dan bencana yang akan menimpanya. Siapa yang meninginkan akhirat, Maka dia mesti sanggup meninggalkan kemilauan hiasan dunia. Hanya orang-orang seperti itulah yang benar-benar malu kepada Allah.” (HR Tirmidzi ).
Rasulullah SAW selalu
mengajarkan kepada kepada para sahabatnya tentang hakikat malu. Karena, malu
merupakan salah satu sifat mulia dan terpuji. Bahkan, ia merupakan pangkal
keimanan sabdanya, “Tidak ada Iman bagi orang yang tidak punya malu.” Suatu hari,
demikian dikisahkan, seorang laki-laki mendatangi Imam Hambali (780-855). Ia lelaki
yang banyak bergemilang maksiat. Tiba-tiba ia datang ke majelis pengajian Imam
Hambali untuk menceritakan mimpinya.
Dalam mimpi itu, kata
lelakiitu, ia merasa tengah berada dalam kerumunan manusia yang ada dihadapan
Rasulullah SAW. Rasul tampak berada di tempat yang agak tinggi. Satu per satu,
orang-orang mendatangi Rasul dan berkata, “Doakan saya ya Rasulullah.” Rasulpun
mendoakan orang-orang itu. “ akhirnya tinggal aku sendiri,” kata lelaki yang
menceritakan mimpinya itu. “akupun sangat ingin mendatangi beliau, tapi aku
malu atas berbagai maksiat yang telah aku lakukan. Rasul lalu berkata, “Mengapa
kau tidak datang kepadaku dan minta kudoakan?”
“Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Aku terlarang oleh rasa malu akibat perbuatan-perbuatan burukku di masa lalu.” “Kalau engkau merasa terhalang oleh rasa malu, berdirilah dan mintalah agar aku mendoakanmu. Bukankah engkau tak pernah menghina para sahabatku,” jawab Rasul dalam mimpi tersebut.
“Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Aku terlarang oleh rasa malu akibat perbuatan-perbuatan burukku di masa lalu.” “Kalau engkau merasa terhalang oleh rasa malu, berdirilah dan mintalah agar aku mendoakanmu. Bukankah engkau tak pernah menghina para sahabatku,” jawab Rasul dalam mimpi tersebut.
Itu hanya sebuah kisah
dari pergulatan panjang umat manusia meninggalkan kemaksiatan untuk untuk hijrah
ke bumi kebaikan. Perjumpaan serta dialog dalam Rasulpun hanya ada dalam mimpi,
bukan dalam kenyataan. Mimpi bukanlah dasar yang kukuh untuk dijadikan pegangan
walau para pecinta sejati Rasulullah meyakini bahwa mimpi bertemu Rasulullah
adalah sama dengan pertemuan sebenarnya, dan mimpi seperti itu hanya mungkin
dialami oleh mereke yang mendapat syafaat.
Tapi Imam Hambali
menghargai keterangan lelaki pendosa tersebut. Laki-laki itu punya rasa malu
atas perbuatan-perbuatan buruknya. Rasa malu itu yang mencegahanya terporosok
semakin dalam kejurang kemaksiatan, dan malah mengangkatnya ke dataran
kebaikan. Mimpi itulah adalah jalan yang mengantarkannya menuju pertobatan
dengan menemui Imam Hambali. Maka, Imam Hambali pun berkata kepada lelaki itu
untuk menyebarkan kisah tersebut agar member kemanfaatan pada orang-orang lain.
Di dalam perjalanan
manusia sebagai hamba untuk mendekat kepada sang kekasih, Allah azza Wajalla,
rasa malu merupakan tangga yang pertama. Masih sangat jauh dari perwujudan rasa
cinta yang semestinya. Tapi, apa yang membuat kita dapat mencapai tangga ke-99
bila tangga pertama pun kita tak sanggup menapakinya? Bukankah kita tak
melupakan petunjuk Rasulullah bahwa “Malu adalah sebagian dari iman.”
Rasul sekalipun
menggenggam rasa malu di hadapan Allah Sang Maha Penyayang. Setidaknya itu
tercetus dalam kisah Mi’raj, saat Muhammad SAW menerima perintah secara
langsung agar umatnya menegakkan sholat. Konon, mula-mula Allah memerintahkan
sholat 50 kali dalam sehari. Rasulullah
sempat menyanggupi, namu Rasul lain yang ditemui dalam perjalan gaib tersebut
mengingatkannya bahwa tugas itu terlalu berat bagi umat Nabi Muhammad.
Rasulpun meminta keringanan sehingga tugas diturunkan lima kali. Masih terlalu berat, Rasul meminta keringanan lagi. Demikian terus menerus hingga kewajiban sholat hanya lima kali sehari. Saat itu, Muhammad SAW diingatkan bahwa lima kali sehari masih terlampau berat. Namun, Rasul telah malu hati untuk kembali mengajuukan keringanan pada Allah SWT.
Hanya Allah yang Mahatahu seberapa benar kisah tersebut, tapi kisah itu telah menunjukkan peran malu dalam kehidupan ruhaniah Rasul. Punyakah kita rasa malu karena mengabaikan sholat? Malukah kita Karena hanya punya sedikit tabungan kebaikan dalam kehidupan ini. Allah menyaksikan setiap langkah kita.
Rasulpun meminta keringanan sehingga tugas diturunkan lima kali. Masih terlalu berat, Rasul meminta keringanan lagi. Demikian terus menerus hingga kewajiban sholat hanya lima kali sehari. Saat itu, Muhammad SAW diingatkan bahwa lima kali sehari masih terlampau berat. Namun, Rasul telah malu hati untuk kembali mengajuukan keringanan pada Allah SWT.
Hanya Allah yang Mahatahu seberapa benar kisah tersebut, tapi kisah itu telah menunjukkan peran malu dalam kehidupan ruhaniah Rasul. Punyakah kita rasa malu karena mengabaikan sholat? Malukah kita Karena hanya punya sedikit tabungan kebaikan dalam kehidupan ini. Allah menyaksikan setiap langkah kita.
Maka semstinya kita
malu berbuat hal yang Mubazir, apalagi maksiat, di hadapan-Nya. Semestinya kita
malu tak cukup beribadah kepada-Nya. Semestinya kita malu bila tidak bekerja
keras menyelesaikan amanat masing-masing. Semestinya kita malu karena tidak
mensyukuri nikmat, menuntut kenaikan gaji dengan mengumpat-umpat bukan
meningkatkan kualittas kerja sendiri. Semestinya kita malu bila menjadi atasan
tak mampu mengangkat nasib bawahan, dan sebagai pemimpin gagal menyejahterakan
rakyat yang kita pimpin. Lazimnya, kita hanya malu untuk urusan duniawi di hadapan
manusia lain, bukan urusan kebaikan di hadapan Tuhan.
Sebuah doa dari seorang Wali yang sangat terkenal, “Tuhanku, aku merasa tak pantas mendapatkan Surga-Mu. Tapi aku pun tak sanggup menanggung azab Neraka-Mu. Maka terimalah Tobatku, maafkan segala dosaku. Sungguh Engkau adalah Pengampun Yang Maha Besar.
Rasul malu telah membuat seorang wali Allah memanjatkan doa itu. Tidakkah kita malu bila tidak mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan para Wali Allah untu,k menuju ke Haribaan-Nya. Hal lain yang dapat memperhalus rasa malu adalah dengan menyaksikan, mensyukuri, kebaikan dan Karunia Allah SWT. Betapa banyak nikmat dan karunia Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada kita, baik berupa kesehatan anggota badan seperti tangan, kaki, mata, telinga, hidung, dan lidah. Juga makanan, tempat tinggal, pakaian. Kesadran akan karunia Allah kepada diri kita inilah yang akan memperhalus perasaan malu di hadapan-Nya.
Sebuah doa dari seorang Wali yang sangat terkenal, “Tuhanku, aku merasa tak pantas mendapatkan Surga-Mu. Tapi aku pun tak sanggup menanggung azab Neraka-Mu. Maka terimalah Tobatku, maafkan segala dosaku. Sungguh Engkau adalah Pengampun Yang Maha Besar.
Rasul malu telah membuat seorang wali Allah memanjatkan doa itu. Tidakkah kita malu bila tidak mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan para Wali Allah untu,k menuju ke Haribaan-Nya. Hal lain yang dapat memperhalus rasa malu adalah dengan menyaksikan, mensyukuri, kebaikan dan Karunia Allah SWT. Betapa banyak nikmat dan karunia Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada kita, baik berupa kesehatan anggota badan seperti tangan, kaki, mata, telinga, hidung, dan lidah. Juga makanan, tempat tinggal, pakaian. Kesadran akan karunia Allah kepada diri kita inilah yang akan memperhalus perasaan malu di hadapan-Nya.
Di ketik : by ariatmancool.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment